Breaking News

Fintech Peer-to-Peer Lending: Pengertian, Legalitas, dan Risiko yang Perlu Diketahui

Apa Itu Fintech Peer-to-Peer Lending?

trendingtopik.com - Fintech peer-to-peer (P2P Lending) adalah layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi yang mempertemukan langsung antara peminjam (borrower) dengan pemberi pinjaman (lender) tanpa perantara lembaga keuangan tradisional seperti bank. Sistem ini memanfaatkan platform digital sebagai sarana transaksi, sehingga prosesnya lebih cepat, efisien, dan fleksibel.

Fintech Peer-to-Peer Lending: Pengertian, Legalitas, dan Risiko yang Perlu Diketahui
Fintech Peer-to-Peer Lending: Pengertian, Legalitas, dan Risiko yang Perlu Diketahui

Di Indonesia, model ini mulai berkembang pesat seiring dengan meningkatnya kebutuhan pendanaan masyarakat yang tidak terjangkau layanan perbankan. P2P Lending menjadi solusi bagi individu atau pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang membutuhkan akses modal dengan proses yang lebih sederhana.

Namun, di balik kemudahan tersebut, ada banyak aspek yang perlu dipahami mulai dari regulasi, risiko, hingga kewajiban hukum yang mengikat para pengguna layanan ini.

Regulasi dan Legalitas P2P Lending di Indonesia

Pemerintah Indonesia melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatur penyelenggaraan fintech peer-to-peer lending berdasarkan Peraturan OJK No.77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.

Setiap platform P2P Lending wajib mengantongi izin dari OJK agar dapat beroperasi secara legal di Indonesia. Hingga Juni 2025, terdapat 102 platform P2P Lending yang resmi terdaftar dan berizin di OJK.

Beberapa ketentuan penting terkait regulasi P2P Lending di Indonesia meliputi:

  • Modal disetor minimum sebesar Rp 2,5 miliar saat pendaftaran, dan Rp 12,5 miliar saat memperoleh izin operasional.

  • Batas maksimal pemberian pinjaman oleh lender kepada satu borrower adalah sebesar Rp 2 miliar.

  • Platform wajib melakukan proses verifikasi identitas borrower, termasuk penilaian kelayakan pinjaman.

  • Setiap penyelenggara diwajibkan menjaga kerahasiaan dan keamanan data pribadi pengguna.

Regulasi ini bertujuan untuk menciptakan ekosistem fintech peer-to-peer yang sehat dan aman bagi masyarakat, sekaligus meminimalisir risiko terjadinya penipuan atau penyalahgunaan data oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Cara Kerja Platform P2P Lending

Mekanisme kerja fintech peer-to-peer lending sangat sederhana, namun tetap terstruktur sesuai regulasi. Berikut alur prosesnya:

  1. Borrower mengajukan pinjaman di platform P2P Lending dengan melampirkan data identitas, informasi keuangan, dan tujuan pinjaman.

  2. Platform melakukan verifikasi dan analisis risiko terhadap calon peminjam.

  3. Permintaan pinjaman yang telah diverifikasi ditayangkan kepada lender (investor) di platform.

  4. Lender memiliki kebebasan memilih peminjam yang ingin didanai, baik secara penuh maupun parsial.

  5. Setelah dana terkumpul, pencairan pinjaman dilakukan kepada borrower.

  6. Borrower mengembalikan pinjaman disertai bunga sesuai tenor yang disepakati.

  7. Dana hasil cicilan beserta bunga dikembalikan ke lender secara berkala.

Proses ini diawasi oleh OJK untuk memastikan transaksi berlangsung secara adil dan transparan bagi semua pihak.

Risiko dan Perlindungan Hukum bagi Pengguna

Meskipun telah diatur dengan regulasi ketat, fintech peer-to-peer lending tetap memiliki risiko yang perlu dipahami oleh borrower maupun lender. Beberapa risiko tersebut antara lain:

  1. Risiko Gagal Bayar (Default)
    Tidak semua peminjam mampu mengembalikan pinjaman sesuai waktu yang disepakati. Oleh karena itu, lender harus memahami bahwa risiko default tetap ada, meskipun platform melakukan proses penilaian kredit.

  2. Risiko Platform Ilegal
    Banyak layanan pinjaman online yang mengaku sebagai P2P Lending padahal tidak memiliki izin dari OJK. Platform ilegal ini kerap memanfaatkan data pribadi borrower secara tidak bertanggung jawab dan mengenakan bunga yang sangat tinggi.

  3. Risiko Keamanan Data Pribadi
    Kebocoran data pribadi menjadi salah satu ancaman utama di era digital. Oleh sebab itu, pengguna harus memastikan bahwa platform yang mereka gunakan memiliki sistem keamanan data yang mumpuni dan telah diawasi oleh regulator.

Untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat, OJK bersama Satgas Waspada Investasi (SWI) rutin mengumumkan daftar platform ilegal dan melakukan penindakan terhadap penyelenggara yang melanggar hukum. Selain itu, UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) juga menjadi landasan hukum yang mengikat bagi penyelenggara fintech dalam menjaga data pengguna.

Masyarakat juga dapat mengadukan sengketa terkait P2P Lending kepada OJK melalui Layanan Konsumen 157.

Pajak atas Bunga P2P Lending (PMK No.69/PMK.03/2022)

Bagi lender individu, bunga yang diterima dari aktivitas fintech peer-to-peer lending merupakan objek Pajak Penghasilan (PPh) Final sebesar 15%. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.69/PMK.03/2022 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Bunga Pinjaman.

Penyelenggara platform bertindak sebagai pemotong pajak, sehingga lender menerima hasil bunga setelah dikurangi PPh Final. Berikut ilustrasinya:

  • Jika lender mendapatkan bunga sebesar Rp 1.000.000, maka PPh Final yang dipotong adalah Rp 150.000.

  • Lender akan menerima bersih sebesar Rp 850.000.

Hal ini penting diketahui bagi lender agar dapat menghitung potensi hasil investasi secara tepat, serta memenuhi kewajiban perpajakannya dengan benar.

Perbedaan P2P Lending Legal dan Ilegal

Perbedaan utama antara platform P2P Lending yang legal dengan ilegal terletak pada izin operasional dari OJK. Platform legal memiliki transparansi dalam proses pinjaman, menerapkan bunga sesuai batas yang ditetapkan, dan mematuhi regulasi perlindungan konsumen.

Sementara itu, platform ilegal biasanya:

  • Tidak memiliki izin OJK.

  • Menawarkan bunga sangat tinggi di luar ketentuan.

  • Menggunakan metode penagihan yang tidak etis.

  • Melakukan penyalahgunaan data pribadi peminjam.

Oleh karena itu, sebelum menggunakan layanan fintech peer-to-peer, masyarakat wajib memeriksa apakah platform tersebut terdaftar di OJK. Daftar resmi penyelenggara P2P Lending dapat diakses melalui situs OJK atau Satgas Waspada Investasi.

Tips Aman Menggunakan P2P Lending

Agar terhindar dari risiko, berikut beberapa tips aman dalam menggunakan layanan P2P Lending:

  • Pastikan platform memiliki izin resmi dari OJK.

  • Baca syarat dan ketentuan pinjaman secara cermat, termasuk skema bunga dan biaya lainnya.

  • Jangan tergiur oleh penawaran pinjaman cepat tanpa syarat yang tidak wajar.

  • Sebagai lender, diversifikasikan dana ke beberapa peminjam untuk meminimalisir risiko gagal bayar.

  • Simpan seluruh dokumen dan bukti transaksi sebagai data pendukung jika terjadi sengketa.

Dengan memahami mekanisme, regulasi, dan risiko yang ada, baik borrower maupun lender dapat memanfaatkan fintech peer-to-peer lending dengan lebih bijak, aman, dan optimal.


Tidak ada komentar