Breaking News

Street Food Couture: Tren Kuliner 2025 yang Mengubah Wajah Usaha Makanan di Indonesia

trendingtopik.com - Industri kuliner terus berevolusi mengikuti perubahan gaya hidup dan preferensi konsumen global. Salah satu tren yang diprediksi akan mendominasi tahun depan adalah Street Food Couture, sebuah konsep yang memadukan keunikan makanan jalanan dengan sentuhan visual yang memukau. Bukan sekadar tampilan menarik, tren ini menawarkan peluang besar bagi pelaku bisnis kuliner di Indonesia untuk menghadirkan produk yang autentik, kreatif, dan relevan dengan kebutuhan pasar saat ini.


Konsep Street Food Couture pertama kali diperkenalkan secara luas oleh Unilever Food Solutions melalui laporan Future Menu 2025. Dalam laporan tersebut, tren ini menjadi salah satu dari empat pilar utama yang dianggap mampu menjawab keinginan konsumen terhadap pengalaman makan yang personal dan bermakna. Bukan hanya di negara maju, fenomena ini sudah mulai terlihat di pasar Asia, termasuk Indonesia, di mana street food memiliki tempat istimewa di hati masyarakat.

Menurut survei yang dilakukan oleh Rakuten Insight pada 2024, sebanyak 79% masyarakat Indonesia memilih street food sebagai pilihan kuliner utama karena dinilai lebih terjangkau, cepat, dan menghadirkan cita rasa yang “jujur”. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun gaya hidup masyarakat terus berubah, kecintaan terhadap makanan jalanan tetap kuat. Namun, di era media sosial saat ini, visual menjadi kunci. Data dari We Are Social dan Hootsuite (2025) mencatat bahwa 68% pengguna media sosial di Indonesia lebih tertarik membagikan foto makanan street food yang tampilannya unik dan modern. Di sinilah Street Food Couture menjadi relevan.

Konsep ini bukan hanya tentang “memoles” tampilan makanan agar fotogenik, tetapi tentang menghadirkan cerita di balik setiap sajian. Chef Aditya Wibowo, seorang profesional di bidang kuliner modern, menyebut Street Food Couture sebagai bentuk “elevasi” budaya kuliner lokal. “Konsumen sekarang tidak hanya ingin makan enak, mereka ingin merasa terhubung dengan cerita dan proses di balik hidangan tersebut. Ketika kita menyajikan sate lilit Bali dengan plating minimalis di atas batu lava, misalnya, itu bukan gimmick, tapi representasi budaya yang diangkat ke panggung dunia,” ujarnya.

Penerapan Street Food Couture di Indonesia bisa menjadi peluang emas bagi pelaku usaha kuliner, baik skala kecil maupun besar. Bagi UMKM, tren ini bisa diadaptasi dengan inovasi sederhana namun berdampak, seperti kemasan ramah lingkungan yang estetik, penggunaan elemen lokal sebagai hiasan sajian, atau storytelling menu yang kuat di media sosial. Di sisi lain, restoran-restoran besar mulai menciptakan menu-menu kolaborasi dengan pedagang kaki lima untuk menghadirkan pengalaman dining yang autentik namun tetap premium.

Beberapa pelaku usaha sudah mulai menerapkan konsep ini. Misalnya, Warung Nasi Kuning Mama Ina di Yogyakarta yang memodifikasi penyajian nasi kuning tradisional menjadi bento box dengan ornamen batik di dalam kemasan. Hasilnya, bukan hanya meningkatkan daya tarik visual, tetapi juga menaikkan omzet penjualan hingga 30% dalam 3 bulan terakhir. “Saya tidak pernah membayangkan nasi kuning saya bisa viral di TikTok hanya karena kemasan yang beda,” ujar Ibu Ina, pemilik warung tersebut.

Dari sisi global, Street Food Couture juga mencerminkan perubahan pola konsumsi masyarakat pasca-pandemi. Banyak konsumen yang mencari pengalaman makan yang tidak hanya enak tetapi juga bermakna, sehat, dan bertanggung jawab secara lingkungan. Unilever dalam laporannya menegaskan bahwa konsumen kini lebih memilih makanan yang transparan asal-usulnya dan mendukung prinsip sustainability. Oleh karena itu, pelaku bisnis kuliner perlu memastikan bahwa inovasi mereka tidak sekadar visual, tetapi juga memperhatikan faktor keberlanjutan.

Keterkaitan antara Street Food Couture dengan teknologi digital juga menjadi faktor penting. Di era TikTok dan Instagram Reels, konsep visual storytelling menjadi senjata ampuh untuk meningkatkan visibilitas usaha. Dian Prasetya, seorang konsultan branding kuliner, mengatakan bahwa usaha street food yang berhasil “go viral” biasanya menggabungkan elemen visual yang kuat dengan narasi otentik. “Video singkat tentang proses pembuatan makanan, asal-usul bahan, hingga cerita di balik penjual, mampu membangun koneksi emosional dengan audiens,” jelas Dian.

Bagi pelaku usaha kuliner yang ingin mengikuti tren ini, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah memahami karakteristik khas dari produk mereka. Tidak semua street food harus dikemas mewah, namun setiap produk bisa diberikan sentuhan visual yang personal dan relevan. Misalnya, bakso tumpeng dengan saus truffle lokal, atau es campur dengan presentasi layer warna yang estetik.

Selain itu, penting bagi pelaku usaha untuk memahami bahwa konsumen saat ini lebih sensitif terhadap keaslian. Artinya, gimmick visual tanpa esensi cerita yang kuat justru akan dinilai negatif. Maka, membangun narasi yang jujur dan dekat dengan nilai-nilai budaya lokal menjadi kunci kesuksesan dalam menerapkan Street Food Couture.

Dalam konteks pemasaran digital, pelaku usaha juga harus memanfaatkan platform media sosial secara strategis. Membuat konten video behind-the-scenes, kolaborasi dengan food influencer lokal, hingga mengoptimalkan SEO dengan kata kunci seperti Street Food Couture dapat membantu meningkatkan eksposur bisnis.

Ke depan, tren ini diperkirakan akan terus berkembang dengan adanya dorongan dari platform teknologi dan meningkatnya kesadaran konsumen terhadap aspek keberlanjutan dan pengalaman autentik. Oleh karena itu, pelaku usaha kuliner di Indonesia yang mampu memadukan cita rasa lokal dengan estetika global melalui pendekatan Street Food Couture akan memiliki peluang lebih besar untuk bertahan dan berkembang di pasar yang semakin kompetitif.


Tidak ada komentar