Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI Direvisi 4,7–5%: Apa Dampaknya Bagi Masyarakat?
trendingtopik.com - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan resmi merevisi target pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2025 menjadi 4,7–5%. Angka ini lebih rendah dari asumsi awal yang dipatok di 5,2%. Revisi ini bukan tanpa alasan, mengingat kondisi global dan domestik yang terus menekan laju pemulihan ekonomi pascapandemi. Apa saja faktor yang menyebabkan revisi ini, dan bagaimana dampaknya bagi masyarakat dan pelaku usaha di Indonesia?
![]() |
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI Direvisi 4,7–5%: Apa Dampaknya Bagi Masyarakat? |
Kenapa Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI Turun?
Revisi
target pertumbuhan ekonomi Indonesia dipengaruhi oleh berbagai faktor yang
bersifat eksternal maupun internal. Secara global, tekanan inflasi dan
ketidakpastian geopolitik menjadi pemicu utama yang memperberat kinerja
perekonomian negara berkembang.
1.
Inflasi Global dan Ketegangan Geopolitik
Lonjakan harga energi dan pangan yang dipicu oleh konflik geopolitik di Timur
Tengah serta ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok memaksa
banyak negara, termasuk Indonesia, untuk melakukan penyesuaian kebijakan
fiskal. Kenaikan harga impor bahan baku berdampak langsung pada biaya produksi
dalam negeri, yang kemudian menekan daya beli masyarakat. Kondisi ini semakin
diperparah dengan adanya inflasi Juli BBM (tautkan ke trendingtopik.com)
yang membuat harga energi domestik meningkat signifikan.
2.
Pengetatan Kebijakan Moneter Global
Kebijakan pengetatan moneter oleh bank sentral di negara maju, terutama The
Federal Reserve (The Fed), memicu arus modal keluar dari emerging markets. Hal
ini menyebabkan nilai tukar rupiah terdepresiasi dan menambah beban utang luar
negeri Indonesia. Dalam situasi ini, Bank Indonesia terpaksa menjaga suku bunga
acuan di level tinggi guna menjaga stabilitas nilai tukar, yang pada akhirnya
berdampak pada tingginya suku bunga kredit di dalam negeri.
3.
Defisit APBN dan Beban Subsidi Energi
Di sisi domestik, pemerintah harus menyesuaikan postur APBN agar defisit tetap
terjaga di level 2,4% dari PDB. Namun, lonjakan harga minyak dunia membuat
beban subsidi energi semakin berat. Pemerintah terpaksa melakukan penyesuaian
harga energi yang secara langsung memengaruhi daya beli masyarakat. Sementara
itu, belanja infrastruktur yang menjadi andalan pendorong pertumbuhan ekonomi
harus dioptimalisasi dengan efisiensi anggaran.
Bagaimana Dampaknya Bagi Masyarakat dan Dunia
Usaha?
Revisi
proyeksi pertumbuhan ek: 4,7–5% (tautkan ke trendingtopik.com) tidak
hanya berdampak pada indikator makroekonomi, tetapi juga akan dirasakan
langsung oleh masyarakat, khususnya pelaku usaha kecil dan menengah. Berikut
beberapa dampak yang patut dicermati:
1. Daya
Beli Masyarakat Kelas Menengah ke Bawah Tertekan
Kenaikan harga BBM dan bahan pangan akan memaksa rumah tangga kelas menengah ke
bawah untuk mengurangi konsumsi non-esensial. Hal ini akan berdampak pada
penurunan penjualan di sektor ritel dan industri makanan-minuman. Bisnis UMKM
yang sangat bergantung pada permintaan domestik kemungkinan besar akan
menghadapi tantangan berat dalam menjaga omzet.
2. Suku
Bunga Kredit Usaha Masih Tinggi
Untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan inflasi, Bank Indonesia kemungkinan
akan mempertahankan suku bunga di level tinggi sepanjang 2025. Kondisi ini
membuat biaya pinjaman bagi pelaku usaha, terutama UMKM, tetap mahal. Bagi
pelaku bisnis yang bergantung pada pembiayaan modal kerja, tingginya suku bunga
akan memengaruhi cashflow dan mempersempit margin keuntungan.
3.
Peluang di Sektor Ekspor dan Industri Digital
Di tengah tekanan domestik, pelemahan rupiah justru menjadi peluang bagi sektor
ekspor. Industri padat karya seperti tekstil, produk agrikultur, dan manufaktur
berbasis ekspor akan mendapatkan keuntungan dari harga produk yang lebih
kompetitif di pasar internasional. Sementara itu, sektor digital dan startup
teknologi diperkirakan tetap tumbuh karena permintaan terhadap layanan
efisiensi dan digitalisasi semakin meningkat.
Pemerintah Tetap Optimistis, Apa Strateginya?
Meskipun
proyeksi pertumbuhan ek: 4,7–5% (tautkan ke trendingtopik.com) terkesan
konservatif, pemerintah masih menunjukkan optimisme terhadap ketahanan ekonomi
domestik. Kementerian Keuangan menekankan bahwa fundamental ekonomi Indonesia
masih cukup kuat untuk menghadapi tekanan global, dengan cadangan devisa yang
memadai dan neraca perdagangan yang masih mencatat surplus.
Strategi
pemerintah untuk menjaga momentum pertumbuhan antara lain:
- Memperkuat Hilirisasi
Industri:
Pemerintah akan terus mendorong investasi di sektor hilirisasi, terutama
di sektor mineral dan energi, guna meningkatkan nilai tambah ekspor.
- Percepatan Transformasi
Digital:
Digitalisasi sektor UMKM dan industri kreatif menjadi prioritas untuk
memperluas akses pasar dan meningkatkan efisiensi.
- Peningkatan Jaringan
Perlindungan Sosial: Pemerintah menyiapkan anggaran tambahan untuk
memperkuat bantuan sosial, agar daya beli masyarakat tetap terjaga di
tengah tekanan inflasi.
Bagaimana Masyarakat Harus Menyikapi?
Bagi
masyarakat umum, revisi target pertumbuhan ekonomi ini bukan hanya sekadar
angka statistik. Dampaknya akan terasa dalam kehidupan sehari-hari, terutama
dalam hal daya beli dan biaya hidup. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat
untuk melakukan penyesuaian strategi keuangan pribadi. Misalnya, mengatur ulang
prioritas pengeluaran, mulai mencari alternatif sumber pendapatan, serta
meningkatkan literasi keuangan untuk menghadapi kondisi ekonomi yang lebih
menantang.
Bagi pelaku
usaha, terutama UMKM, inovasi menjadi kunci untuk tetap bertahan. Mengadopsi
teknologi digital, efisiensi operasional, serta eksplorasi pasar ekspor adalah
langkah-langkah strategis yang dapat diambil untuk memitigasi risiko
perlambatan ekonomi.
Tidak ada komentar